Member-only story
Tetiba dan Gegara
#190: Apakah kedua kata itu sudah dapat digunakan dalam ragam formal?
Guna mengatasi pembatasan jumlah karakter di Twitter, berbagai upaya penghematan dilakukan oleh para penutur bahasa Indonesia di sana. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyingkat kata ulang, misalnya “tiba-tiba” menjadi “tetiba” dan “gara-gara” menjadi “gegara”. Penyingkatan itu mungkin dilakukan penutur dengan mengikuti pola pembentukan kata “lelaki” (dari “laki-laki”) dan “tetamu” (dari “tamu-tamu”).
Namun, benarkah analogi itu?
Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.
Dalam tata bahasa kita, pembentukan kata seperti itu disebut “dwipurwa”, yakni pengulangan sebagian atau seluruh suku awal sebuah kata. Menurut buku Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Kridalaksana, 2007), dwipurwa selalu menghasilkan nomina (kata benda) dengan makna sebagai berikut.
- Jamak: nomina → nomina. Contoh: daun → dedaunan; pohon → pepohonan.
- Makna tidak berubah: nomina → nomina. Contoh: laki → lelaki; tamu → tetamu.
- Yang dianggap: adjektiva (kata sifat) → nomina. Contoh: luhur → leluhur; tua → tetua.
Sekarang, mari kita lihat “tetiba” dan “gegara”. Kata “tiba” adalah verba (kata kerja), sedangkan “tiba-tiba”…