Perang Esai

Selesaikan perbedaan pendapat dengan dialektika.

Ivan Lanin

--

Ilustrasi: DALL E-3. Perintah: Gambar realistis tentang “perang esai”.

Pandangan orang sering berbeda. Di antara pasangan, perbedaan cara menguraikan emosi kerap menimbulkan percekcokan. Di dalam rapat organisasi, notulis acapkali bingung membuat risalah rapat yang berjalan dengan alot. Di media sosial X (d.h. Twitter), sebuah kiriman dapat mengundang perbalahan yang berkepanjangan.

Oh, ya. “d.h.” itu singkatan dahulu.

Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.

Ketika mengkliping esai kebahasaan di Rubrik Bahasa, saya menemukan perbedaan pendapat antarpenulis dalam bentuk “perang esai”. Esai merupakan tulisan yang membahas sebuah masalah dari sudut pandang penulis secara subjektif. Subjektivitas itu membuat seorang esais harus siap mendapat sanggahan dari orang lain. Mas Iqbal Aji Daryono, esais kondang itu, pernah berkata, “Penulis esai ndak boleh baper.”

Ada empat perang esai yang saya temukan dalam esai-esai kebahasaan di Kompas dan Tempo antara 2022–2023: pertama tentang status konjungsi apalagi, kedua tentang makna terjebak dalam frasa terjebak hujan, ketiga tentang makna pigura dalam KBBI, dan keempat tentang mana bentuk yang baku: sukarelawan atau relawan. Perbantahan pertama, kedua, dan ketiga hanya melibatkan dua penulis, sedangkan yang keempat melibatkan tiga penulis.

--

--

Ivan Lanin

Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia yang berlatih bercerita setiap hari