Penulis yang Tidak Suka Membaca

#538: Bisakah kita piawai menulis tanpa tekun membaca?

Ivan Lanin

--

Ilustrasi: Hümâ H. Yardım/Unsplash

Dalam salah satu webinar, seseorang mengajukan pertanyaan kurang lebih seperti ini: “Saya kurang suka membaca. Apakah saya tetap bisa menjadi penulis? Saya gemar menonton YouTube dan TikTok. Saya bisa menulis berdasarkan tontonan saya itu atau berdasarkan pengalaman saya.” Pertanyaan itu tampaknya terpantik oleh pernyataan saya bahwa penulis yang baik haruslah seorang pembaca yang tekun.

Belum jadi anggota Medium? Baca gratis tulisan ini di sini.

Berdasarkan pengalaman pribadi saya dan para penulis yang saya ajak mengobrol dalam acara Kinara, kesukaan membaca merupakan salah satu motivasi utama bagi seseorang untuk menjadi penulis. Ika Natassa, misalnya, merasakan sensasi magis saat membaca. “Penulis itu tukang sulap,” katanya. Sejak kecil, ia bermimpi untuk dapat menjadi tukang sulap yang menghadirkan keajaiban bagi pembaca.

Membaca menambah pengetahuan dan memperluas wawasan. Video dapat saja memberikan hasil yang sama, tetapi pembahasan di dalam tulisan biasanya lebih mendalam. Mengandalkan pengalaman saja untuk menulis membuat kita seperti katak dalam tempurung. Kita hanya dapat menuliskan apa yang pernah dialami dan cuma berdasarkan sudut pandang sendiri. Membaca memberikan inspirasi, imajinasi, dan perspektif bagi…

--

--

Ivan Lanin

Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia yang berlatih bercerita setiap hari