Komunitas Penulis Asuransi Indonesia

#495: Wadah penulis yang berfokus pada isu perasuransian

Ivan Lanin
3 min readMay 3, 2024

--

Baru kali ini saya berkunjung ke Universitas Gadjah Mada (UGM) Kampus Jakarta di Jl. Dr. Saharjo No. 83. Saya pikir kampus itu bakal sepi pada Sabtu pagi. Ternyata saya keliru. Tempat parkir di halaman gedung sudah penuh berdesakan ketika saya tiba sekitar 15 menit sebelum pukul 9.00. Saya pun harus turun ke rubanah (basement) untuk memarkir mobil.

Pada Sabtu, 27 April 2024, itu, saya dijadwalkan untuk memberikan materi lokakarya “Kiat Mahir Komunikasi Bisnis Tertulis Sesuai dengan EYD V” selama tiga jam, pukul 9.00–12.00. Acara tersebut diadakan oleh Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI). Sesuai dengan namanya, KUPASI adalah komunitas penulis yang terdiri atas praktisi, akademisi, aktivis, dan jurnalis yang berfokus pada isu perasuransian nasional.

Saya mengenal KUPASI dari teman saya Pak Munawar Kasan yang merupakan salah satu pendiri organisasi yang dideklarasikan pada 2013 ini. Rupanya, beliau pula yang merekomendasikan saya kepada pengurus KUPASI untuk mengisi acara mereka. Saya dan Pak Munawar sempat tergabung dalam satu tim penulisan buku untuk Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA). Saat itu, saya masih aktif menjadi konsultan manajemen.

Setiba di tempat acara di lantai III Menara B UGM Kampus Jakarta, saya disambut Pak Wahyudin Rahman (Ketua KUPASI 2022–2025) dan Pak Yayat Supriyatna yang menjadi narahubung (contact person) KUPASI untuk saya. Sambil menunggu acara dimulai, mereka menjelaskan beberapa hal tentang KUPASI dan acara hari itu. KUPASI ternyata berafiliasi dengan Dewan Asuransi Indonesia. Slogan mereka menarik: “Mencerdaskan, mencerahkan.”

Ruang 309 yang menjadi tempat acara seperti ruang kelas kampus pada umumnya. Tata letaknya seperti amfiteater dengan tiga arah meja yang berundak membentuk setengah lingkaran mengelilingi bagian depan. Acara dibuka oleh pemandu acara, Mbak Firdha. Setelah sambutan dari Pak Yayat dan Pak Wahyudin, saya pun menyampaikan materi kepada 40 peserta yang kebanyakan terdiri atas praktisi dan mahasiswa.

Materi saya hari itu berfokus pada ejaan. Meski merupakan satuan bahasa terendah dalam tulisan, ejaan kerap menentukan penerimaan pembaca terhadap tulisan, seperti halnya pakaian mengatur persepsi kita terhadap orang yang baru dikenal. Ejaan yang rapi membuat pembaca lebih mudah menerima tulisan. Karena acara hari itu bersifat lokakarya, saya memberikan satu surat dan satu laporan sebagai contoh penerapan kaidah ejaan yang disampaikan.

Waktu tiga jam tentu saja tidak cukup untuk membahas semua kaidah ejaan. Untungnya, saya sudah membuat indeks tulisan kebahasaan di Medium. Saya menunjukkan tautan laman itu sebagai bahan rujukan bagi para peserta. Dari sana, mereka dapat mempelajari satuan bahasa lain (wacana, paragraf, kalimat, dan kata) yang tidak dibahas pada pertemuan kali ini.

Para peserta tampak antusias menyimak paparan dan studi kasus yang saya sampaikan. Ada beberapa kaidah ejaan yang baru diketahui mereka, seperti penulisan rupiah. Pak Wahyudin menyampaikan bahwa mungkin akan ada pelatihan tambahan yang membahas berbagai aspek lain dari penulisan. Mereka menyadari bahwa keterampilan menulis merupakan alat ampuh untuk menyampaikan gagasan, khususnya tentang perasuransian.

Selesai acara, Pak Yayat menelepon ketika saya sedang menyetir. Saya menepi sebentar untuk menerima telepon. Beliau menanyakan apakah kabel laptop saya tertinggal di ruang acara. Saya memeriksa tas dan ternyata benar! Kabel itu kemudian dititipkan kepada Pak Wahyudin yang kebetulan sedang ada acara di daerah SCBD yang dekat dengan rumah saya. Duh, saya pelupa sekali.

Tingkatkan keterampilan berbahasa Anda dengan mengikuti kelas-kelas Narabahasa. Kunjungi juga toko daring kami di Tokopedia untuk memperoleh buku dan berbagai produk kebahasaan yang menarik.

--

--

Ivan Lanin

Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia yang belajar bercerita setiap hari