Enam Laras Bahasa
#116: Bidang sastra, kreatif, jurnalistik, bisnis, ilmiah, dan hukum memiliki gaya masing-masing.
Jarar F. Siahaan mengetwit, “Bahasa Jurnalistik. Sebegitu nekatnya media ternama merusak bahasa Indonesia demi memikat pembaca dari kaum alay.” Twit itu dilengkapi tangkapan layar twit Narasi Newsroom. Kata kzl — varian nonformal kata kesal — pada twit itu dilingkari dengan warna merah.
Belum jadi anggota Medium? Baca gratis tulisan ini di sini.
Menurut Bang Jarar, takarir (caption) media sosial (medsos) akun resmi media massa (Narasi) mestinya tetap mengikuti kaidah bahasa jurnalistik yang menggunakan kata baku. Dia menjelaskan, “Media massa, yang diterbitkan bagi khalayak ramai, mesti berbahasa baku, yaitu bahasa jurnalistik, supaya mudah dipahami oleh pembaca dari pelbagai lapisan usia, pendidikan, dan budaya.”
Bahasa Media Sosial
Kehadiran media sosial menimbulkan kebingungan di kalangan penutur bahasa Indonesia. Penulis takarir, khususnya untuk akun resmi organisasi, dihadapkan pada dilema: Ketika berbahasa baku, mereka dianggap kaku, sedangkan ketika berbahasa gaul, mereka dinilai tidak pantas, sok asyik, bahkan alay. Isu ini selalu mengemuka tiap saya memberikan pelatihan penulisan media sosial.