Member-only story
Bakar Sampah Sembarangan
#26: Penyelesaian masalah dengan komunikasi sederhana
Rumah di samping persis rumah saya sedang direnovasi. Lebih tepatnya, rumah itu dibangun ulang karena bangunan lama dibongkar sampai ke fondasinya. Hingga kini, renovasi itu belum rampung, padahal sudah dimulai sebelum pandemi. Selama puncak pandemi, kegiatan para tukang di sana memang terhenti.
Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.
Suara bising dari proyek renovasi rumah sebelah itu tidak usah dibicarakan. Kami maklum bahwa proyek semacam itu pasti menimbulkan kebisingan. Yang mengganggu ialah kebiasaan baru para tukang untuk membakar sampah pada pagi hari.
Hampir tiap pagi, saya lari di sekitar kompleks rumah. Beberapa pekan yang lalu, saya terganggu dengan bau asap yang langsung memenuhi hidung begitu keluar rumah. Coba bayangkan betapa sebalnya kita ketika harapan menghirup udara pagi yang segar pupus oleh hadirnya asap yang sesak.
Saya merasa mestinya hal ini diatur pemerintah. Karena penasaran, saya mencari aturannya. Saya pun menemukan sebuah tulisan yang menjelaskan aturan membakar sampah dengan lugas:
Setiap orang dilarang membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
Aturan itu ada pada Pasal 29, ayat 1, huruf g, UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwa sanksi terhadap pelanggaran aturan itu diatur dalam peraturan daerah (perda). Widih, macam pengacara saja kau, Van!
Untuk Jakarta, peraturan daerah turunan UU 18/2008 itu adalah Perda DKI Jakarta 3/2013 tentang Pengelolaan Sampah yang sudah diubah sebagian dengan Perda DKI Jakarta 4/2019. Berdasarkan perda tersebut, membakar sampah sembarangan diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp50 juta.
Menurut tulisan yang saya baca itu, Dinas Lingkungan Hidup (LH) pernah memberikan sanksi denda Rp500 ribu kepada pelaku pembakaran sampah sembarangan di Jalan Kebagusan Raya. Tidak besar, sih. Yang penting efek jeranya.
Namun, saya tidak mau menimbulkan drama. Tidak semua hal perlu diselesaikan secara hukum. Masalah sering dapat diselesaikan hanya dengan komunikasi sederhana…