Member-only story
Renungan
Mengapa dan Apa Bedanya
#626: Dua jenis pertanyaan yang sulit dijawab
Saya baru saja selesai menjawab pertanyaan warganet untuk persiapan acara Tanya Jawab Kebahasaan (Tabah) yang disiarkan langsung di akun Instagram Narabahasa tiap Kamis malam pukul 20.00. Ada dua pertanyaan yang membuat saya perlu mencari jawabannya dengan cukup lama. Yang pertama tentang mengapa kritis memiliki dua arti: dalam keadaan genting dan bersifat suka bertanya. Yang kedua tentang apa bedanya idiom, ungkapan, dan kiasan.
Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.
Sejak sering ditanyai warganet soal kebahasaan pada 2010, “mengapa” dan “apa bedanya” memang menjadi dua jenis pertanyaan yang kerap sulit dijawab. Penyebab utamanya ialah jarangnya rujukan jawaban kedua pertanyaan tersebut. Jawaban pertanyaan “mengapa” sering harus dinalar sendiri berdasarkan informasi yang tersedia. Jawaban pertanyaan “apa bedanya” acapkali baru dapat diperoleh dengan memilah aspek yang akan dibandingkan.
Jawaban pertanyaan pertama tentang mengapa kritis memiliki dua arti ialah karena gejala bahasa berupa satu kata memiliki beberapa arti yang berbeda—disebut homonim—merupakan hal yang lazim dalam semua bahasa. Kehomoniman dapat muncul karena perluasan makna atau karena perbedaan sumber serapan. Untuk kritis…