Tiga Krisis Planet

#499: Perubahan iklim, kehilangan biodiversitas, dan pencemaran lingkungan

Ivan Lanin
3 min readMay 7, 2024

--

Ilustrasi: BSILHK

Saya memasuki ruang rapat Zoom sore itu dengan waspada. Saya bersiap menghadapi ruang obrolan (chatroom) yang riuh. Itu yang terjadi tahun lalu. Ratusan siswa SMP dan SMA yang mengikuti acara pembekalan (bootcamp) Lomba Karya Tulis (LKT) 2023 sibuk berkirim pesan di antara mereka mereka. Saya pusing membaca pesan yang mengalir tiada henti saat itu. Alhamdulillah, suasana ruang obrolan tahun ini tenang. Sama sekali tidak ada pesan yang dikirim 800 partisipan Zoom pada Sabtu, 4 Mei 2024, itu.

Panitia dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tampaknya sudah mengingatkan peserta. Ini kesempatan kedua saya mengisi pembekalan LKT yang mereka adakan untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia. Tahun lalu, saya memberikan materi bersama dengan Mas Suradi (Sur). Mbak Hanum, panitia dari Ditjen PPKL, menginfokan bahwa Mas Sur sudah mengampu acara pada sesi sebelumnya.

LKT 2024 mengambil tema “Langkah Nyata Generasi Muda Atasi Triple Planetary Crisis”. Tiga krisis planet (triple planetary crisis) adalah istilah yang menggambarkan tiga krisis lingkungan global: perubahan iklim, kehilangan biodiversitas, dan pencemaran lingkungan. Ketiga masalah tersebut saling terkait dan mendesak untuk ditangani. Isu ini diangkat oleh Ditjen PPKL sebagai tema LKT 2024 untuk melibatkan generasi muda dalam penanganannya.

Berbeda dengan tahun lalu, lomba tahun ini tidak membedakan kategori SMP dan SMA. Peserta dapat mengikuti lomba secara individu atau berkelompok (maksimum tiga orang) dengan mengambil salah satu dari lima topik yang disediakan:

  1. pengendalian pencemaran air,
  2. pengendalian pencemaran udara,
  3. pengendalian kerusakan lahan,
  4. pengendalian kerusakan ekosistem gambut, serta
  5. pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut.

Sebelum acara, panitia berpesan untuk memberikan waktu tanya jawab lebih banyak. Karena itu, saya hanya menyiapkan sedikit salindia (slide) yang dapat dipaparkan dalam waktu 40 menit. Benar saja, begitu Mbak Monica Alycia, sang moderator, memberikan kesempatan tanya jawab, 50 peserta langsung mengacungkan tangan (raise hand) untuk bertanya. Saya hanya sempat menjawab pertanyaan dari 20 peserta karena waktu acara hanya dua jam, 16.00–18.00.

Berikut beberapa pertanyaan dari peserta.

  1. Apakah tulisan tentang … boleh dijadikan bahan tulisan?
  2. Apakah bahan, metode, dan pembuktian boleh dimasukkan?
  3. Apakah esai memiliki struktur tertentu seperti cerpen yang punya tiga bagian?
  4. Apakah ada ketentuan berapa banyak kalimat dalam satu paragraf?
  5. Apakah esai harus menggunakan bahasa baku?
  6. Mana yang lebih baik dituliskan, produk atau program?
  7. Apa gaya penulisan sitasi yang digunakan (APA, CMS, MLA, dll.)?
  8. Berapa panjang tulisan per bagian (pendahuluan, pembahasan, dan penutup)”
  9. Apa yang dimaksud dengan “esai yang baik memasukkan sentuhan pribadi”?
  10. Apakah judul atau topik yang sudah dimasukkan boleh diubah?
  11. Bagaimana membuat judul esai yang menarik?
  12. Apakah boleh memasukkan opini yang belum ada penelitiannya?
  13. Bagaimana memastikan pembaca paham bahwa tulisan merupakan opini pribadi penulis?
  14. Bagaimana menghubungkan gagasan utama antarparagraf?
  15. Bagaimana membuat paragraf pembuka esai yang menarik?
  16. Apakah perlu menulis “bab”?
  17. Bagaimana cara menyusun argumentasi yang kuat?
  18. Apa kriteria ide yang baik?

Pertanyaan tentang apakah topik tertentu boleh dijadikan bahan tulisan paling banyak diajukan. Tampaknya para peserta gentar karena saya sempat mengatakan bahwa relevansi tulisan menjadi salah satu kriteria penilaian juri. Meski dalam lomba ini saya tidak berperan sebagai juri, saya belajar dari lomba-lomba penulisan lain bahwa banyak peserta yang mengabaikan tema dan topik lomba. Bagi juri, keabaian seperti itu menyebalkan.

Tingkatkan keterampilan berbahasa Anda dengan mengikuti kelas-kelas Narabahasa. Kunjungi juga toko daring kami di Tokopedia untuk memperoleh buku dan berbagai produk kebahasaan yang menarik.

--

--

Ivan Lanin

Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia yang belajar bercerita setiap hari