Member-only story
Tidak Suka Sayur
#40: Kebiasaan dapat diubah dengan pembiasaan. Alah bisa karena biasa.
Waktu kecil, saya tidak suka sayur. Saya merasa sayur merusak rasa makanan. Suasana panas dan gurih yang dibawa daging hilang karena rasa sayur yang dingin dan hambar. Kalau dipikir-pikir, saya sebenarnya tidak benar-benar tidak mau makan sayur. Saya kadang makan sayur nangka dan daun singkong — pucuk ubi kata orang Minang.
Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.
Saya menduga ketidaksukaan terhadap sayur muncul karena kebiasaan. Di rumah, dahulu ibu saya jarang menyajikan sayur. Kalaupun ada, paling sayuran bersantan. Hidangan yang hampir selalu ada di meja makan rumah Ibu khas orang Minang: rendang dan dendeng balado. Kadang-kadang ada telur balado, udang balado, atau tongkol … balado juga!
Hidangan di meja makan rumah Ibu tersaji sepanjang hari. Ibu jarang membereskan hidangan ke dalam sepen. Kata Ibu, “Percuma. Nanti juga dikeluarkan lagi.” Maklum, anak-anak Ibu ada empat — saya si sulung — dan semuanya selalu lapar.
Waktu SMA, saya bersekolah di Bandung. Ketika itu saya menumpang di rumah pak tuo saya di Cibabat. Kakak ayah saya itu — kami memanggilnya Ayah Pi — sudah lama merantau ke Bandung dan lancar berbahasa Sunda. Istri beliau, Tek Nini, aslinya orang Minang juga…