Makanan Pembangkit Kenangan

#1: Resensi film seri “Midnight Diner”

Ivan Lanin
2 min readDec 26, 2022
Sumber gambar: Netflix

Saya tidak terlalu suka menonton film seri. Film seri terakhir yang saya tonton sampai habis ialah Queen’s Gambit — cerita tentang seorang pecatur perempuan. Setelah itu, saya mencoba untuk mengikuti beberapa seri lain, tetapi tidak pernah sampai selesai. Pekan lalu, saya tidak dapat menahan diri untuk memaratonton (binge-watching) Midnight Diner (MD) di Netflix.

MD berkisah tentang seorang juru masak dan bartender — yang dipanggil “Master” — di Shinjuku, Jepang, yang membuka bar kecil khas Jepang (izakaya) yang unik. Bar miliknya itu dibuka dari tengah malam hingga pukul tujuh pagi. Meski menu yang tertera secara resmi hanya mencantumkan makanan dan minuman yang terbatas, Master akan membuatkan apa pun yang diminta oleh pelanggannya asalkan bahannya tersedia.

Master digambarkan sebagai laki-laki paruh baya misterius dengan pembawaan tenang dan codet vertikal di mata kirinya. Latar belakang dan nama aslinya tidak pernah diungkapkan dengan jelas. Sepanjang 50 episode yang saya tonton, Master secara umum bersikap simpatik kepada pelanggannya dengan memberikan bantuan dan nasihat.

Pelanggan Master beragam, mulai dari pekerja kantor hingga pekerja seks komersial. Para pelanggan itulah yang diceritakan pada tiap episode MD. Ada pelanggan yang sering dihadirkan pada berbagai episode, tetapi ada juga yang hanya sekali atau beberapa kali dimunculkan.

Tiap episode biasanya bercerita tentang sebuah drama yang berfokus pada salah seorang pelanggan. Cerita itu biasanya dikaitkan dengan salah satu hidangan khas Jepang, yang merupakan makanan favorit pelanggan yang sedang dikisahkan. Plot yang disajikan biasanya ringan, menghibur, dan memberikan pelajaran hidup yang baik.

Sebuah episode MD mengisahkan seorang perancang gim video yang datang dan memesan nasi goreng ayam dari Master. Orang itu ditinggalkan ibunya di sebuah rumah yatim piatu ketika kecil. Ia gemar makan nasi goreng ayam karena makanan itu membangkitkan kenangan kepada ibunya. Akhirnya, ia bertemu dan berdamai dengan ibunya.

Saya menikmati drama-drama kecil yang disajikan pada film seri ini. Kadang-kadang, senyum kecil tak bisa saya hindari, tetapi hangat air mata haru pun tak jarang menyeruak. Yang jelas, hampir semua hidangan yang ditonjolkan pada tiap episode menerbitkan rasa kabita.

Setelah menonton film seri ini, saya berpikir apa makanan yang membangkitkan kenangan bagi saya. Nasi Padang-lah jawabannya. Pada salah satu tulisan, saya menceritakan bahwa mendiang ayah saya membawa nasi Padang tiap hari Jumat dan kami berebut makan bersama. Tiap makan nasi Padang, saya ingat Ayah. Semoga beliau berbahagia di sisi-Nya.

--

--

Ivan Lanin

Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia yang berlatih bercerita setiap hari