Member-only story
Refleksi
Daya Tahan Membaca
#804: Kebiasaan, ingatan, dan wawasan
Saya merasa daya tahan membaca saya meningkat. Dulu, saya hanya bisa berkonsentrasi membaca sekitar setengah jam. Membaca tulisan berbagai penulis di Medium secara rutin melatih saya bertahan lebih lama. Kini, saya bisa membaca tanpa henti hingga dua jam tanpa merasa jenuh.
🔑 Lanjutkan membaca dengan mengklik tautan teman ini.
Kebiasaan ini berdampak lebih jauh. Saya mulai disiplin membaca satu buku per pekan dan menuangkannya dalam ulasan. Awalnya berat, tetapi makin terbiasa, makin mudah. Saya tidak lagi harus memaksakan diri menyelesaikan bacaan, tetapi menikmatinya secara alami. Rupanya, membaca juga soal stamina, seperti latihan fisik yang makin kuat dengan konsistensi.
Kita kini dibanjiri informasi instan. Tulisan pendek dan video singkat membuat kita terbiasa melompat dari satu hal ke hal lain. Fokus menjadi barang langka. Membaca panjang dan lama menuntut kita bertahan dalam alur pemikiran yang lebih dalam, mengikuti gagasan tanpa terputus oleh distraksi. Ini tantangan besar pada era ketika segalanya instan.
Seperti olahraga, membaca butuh ketahanan. Tanpa latihan, perhatian mudah terpecah. Kita cepat bosan dan mencari distraksi lain yang lebih instan. Mungkin ini sebabnya membaca buku terasa sulit bagi banyak orang—bukan karena isinya tidak menarik, melainkan karena kita sudah terbiasa dengan ritme yang serbacepat.
Saya dulu mengira kehilangan fokus itu alami. Ternyata, itu kebiasaan yang bisa diubah. Dengan melatih diri membaca rutin, saya menemukan kenikmatan menyelami ide-ide yang lebih kompleks, bahkan ketika gagasannya bertentangan dengan pandangan saya. Saya belajar untuk tidak sekadar menyerap informasi, tetapi juga mempertanyakannya dan membandingkannya dengan pemikiran saya sendiri.
Kemampuan saya mengingat isi bacaan juga meningkat. Jika dulu mudah lupa setelah membaca, kini saya lebih bisa menangkap inti tulisan dan mengingatnya lebih lama. Mungkin ini efek dari membaca dengan lebih tenang dan berfokus. Saya mulai menyadari bahwa pemahaman yang baik datang dari keterlibatan yang lebih mendalam, bukan sekadar melewati teks dengan cepat.