Member-only story
Bersekolah ke Bandung
#543: Tanpa sepengetahuan Ibu
Ibu murka. Saya mendaftar SMA di Bandung tanpa memberi tahu beliau.
Saat itu, 1986, Jakarta menerapkan sistem rayon atau zonasi untuk pendaftaran sekolah. Siswa SMP di wilayah tertentu hanya bisa melanjutkan ke SMA negeri tertentu di wilayah yang sama. Saya tidak suka dengan SMA yang ditetapkan untuk SMP kami. SMA itu tidak memiliki prestasi yang menonjol dan dikenal sering bertawur. Saya mencari SMA swasta sebagai alternatif. Ayah dan Ibu mendukung niat saya meski biaya sekolah SMA swasta lebih mahal.
Belum jadi anggota Medium? Baca versi gratis tulisan ini.
Ketika saya mencari alternatif SMA swasta di Jakarta, keluarga dari Bandung bertandang ke rumah. Ibu saya saat itu sedang pulang kampung ke Padang selama dua pekan untuk menengok kakek nenek saya. Ence, sepupu perempuan saya dari Bandung, menyarankan untuk bersekolah di SMA Negeri 3 Bandung. “Nanti bisa lebih gampang masuk ITB,” kata Ence. “Kamu tinggal di rumah Ayah Pi di Cibabat aja.”
Saya langsung tertarik dan bersemangat. Ayah Pi kakak kedua ayah saya. Beliau bekerja di sebuah perusahaan swasta di Bandung sejak 1970-an. Tek Nini, istri Ayah Pi, bekerja di Dinas Sosial Bandung dan mendapatkan rumah dinas dari kantornya di Cibabat, Cimahi. Ence anak sulung dari tiga anak Ayah Pi dan Tek Nini. Dua…